Muatan batu bara di kapal tongkang bernama lambung "Misle", terbakar. (Foto: Pujianto) LASEM - Muatan batu bara di tiga dari e...
Muatan batu bara di kapal tongkang bernama lambung "Misle", terbakar. (Foto: Pujianto) |
Berdasarkan pantauan suararembang.net, Senin (13/8), batu bara yang terbakar masing-masing adalah muatan kapal dengan deret antrean nomor satu, tiga, dan enam. Deretan dihitung dari yang terdekat dari dermaga PLTU Sluke.
Menurut keterangan warga yang tinggal di kawasan pesisir Bonang, Kecamatan Lasem, tongkang pada deretan keenam bahkan diketahui sudah mulai berlabuh sejak awal Juli lalu.
"Nama lambung kapal deretan keenam itu 'Misle'. Kata salah seorang anak buah kapal yang sempat menggunakan jasa tambangan untuk sampai ke desa ini, muatan dijadwalkan bongkar pada awal Agustus, namun sampai dengan hari ini (13/8) belum dibongkar," kata Suparno (35), warga RT 1 RW 1 Desa Bonang.
Nono--sapaan akrab Suparno menuturkan, kapal-kapal tongkang tersebut datang dengan membawa muatan batu bara atas permintaan agen pemasok bahan bakar utama PLTU Sluke.
"Urut-urutan bongkar apakah sebagaimana deret antrean itu atau tidak, kami tidak tahu pasti. Namun yang jelas, tongkang yang paling dekat dengan dermaga biasanya yang akan segera bongkar," terang dia yang ditemui ketika hendak menambang awak pada salah satu kapal tongkang.
Ia menyebutkan, sepanjang informasi yang sering diterimanya dari para anak buah kapal yang sering menggunakan jasanya, kapasitas muatan batu bara per tongkang berkisar antara 8.000-10.000 ton.
"Penyebab terbakarnya kata para awak kapal itu macem-macem. Ada yang memang lantaran terlalu lama terkena panas matahari langsung, tetapi ada juga yang menyebut karena kualitas batu bara yang baik sehingga cukup mudah terbakar," tandasnya.
Ketua RT 2 RW 1 Desa Bonang, Mustofa, menambahkan, tongkang pemasok batu bara ke PLTU Sluke umumnya memang mengantre bongkar selama beberapa hari di laut.
"Namun, kejadian terbakarnya muatan batu bara, kelihatannya baru kali ini. Mungkin karena cuaca panas di musim kemarau yang membuat batu bara menjadi mudah terbakar," katanya.
Ia juga mengatakan, masyarakat setempat banyak tahu seputar kapal-kapal tongkang yang mengantre di perairan utara desa itu karena sebagian besar awak kapal biasanya menggunakan jasa nelayan untuk mengantarkan mereka ke pantai dan selanjutnya berbelanja perbekalan sembari menunggu saatnya bongkar. (Pujianto)